Kamis, 13 Oktober 2011

Burned Alive


Kisah nyata yang mengguncangkan tentang seorang perempuan yang lolos dari pembunuhan atas nama kehormatan
           
Buku ini ditulis oleh seorang perempuan yang berhasil melewati masa-masa kritis hukum dalam hidupnya, namanya disamarkan dengan nama lain yaitu Souad.
Ditulis berdasarkan kisah nyata yang dialaminya selama berpuluh tahun. Di mulai dari masa kecilnya yang tak pernah tau indahnya bermain, yang selalu bekerja dalam tekanan yang besar, kedisiplinan yang tinggi dan adat istiadat yang keras memaksanya untuk mematuhi semua peraturan tanpa bisa menolak apapun atas apa yang ditimpanya. Hingga kini ia telah menikah dan memiliki 2 anak perempuan dari suami yang sangat dicintainya.
Souad sendiri tak pernah bergaul dengan banyak orang, dia buta baca dan tulis, dia tak tau apapun tentang dunia, negri-negri lain, dan sepertinya dia juga tidak tau hakikat agama yang dianutnya yaitu islam, Ia tidak pernah menceritakan saat-saat ia beribadah dengan menunaikan shalat dan membaca Al-Qur’an meski ia pernah menyinggung bulan suci Ramadhan, ia tidak pernah cerita tentang pemahaman agama islam yang sebenarnya, bahkan sepertinya agama itu hanya menempel di ingatannya tanpa tau apa yang harus dilakukan oleh ummat muslim dalam kehidupan sehari-hari. Yang ia hanya tau bahwa ia harus melakukan ini dan ia tidak boleh melakukan itu tanpa tau mengapa dan tanpa berani untuk bertanya, tentu saja karena begitulah adat istiadat disana. Ia tak pernah belajar biologi sehingga pemahamannya tentang wanita dan lelaki hanyalah pernikahan dan pengabdian hal itu tampak jelas ketika dia tidak menyadari akibat hubungan badan yang dilakukannya membuat ia hamil hingga kemudian ia harus menanggung aib itu sendirian karena ditinggalkan lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi, suatu hal yang tentu saja mengobarkan kemarahan keluarga dan seluruh warga hingga kemudian keluarganya merencanakan pembunuhannya dan ia dibakar hidup-hidup. Namun takdir berkata lain, Ia dan anaknya (marwan, lahir premature di rumah sakit ketika ibunya tengan terkena luka bakar yang begitu parah) masih hidup dan mendapat pertolongan dari seseorang yg berasal dari sebuah organisasi kemanusian yang mengurus masalah anak-anak, Jeuqline namanya. Ia kemudian dibawa oleh Jeuqline ke Swiss dan telah dinyatakan mati di negara asalnya. Di Swiss ia masuk Rumah sakit dan Dioperasi berkali-kali untuk menghilangkan bekas luka bakar yang tak akan pernah tertutupi. Hingga ia cukup kuat untuk memulai kehidupan baru.
 Nah pada kehidupan selanjutnya ia sepertinya benar-benar membenci kehidupannya yang dulu, ia ingin menikmati bagaimana hidup seperti wanita barat pada umumnya, ia ingin memakai pakaian mini dan memperlihatkan kulitnya(muslimkah ini?) namun karena badannya yang dipenuhi luka bakar ia mengurungkan kembali niatnya. Tapi sempat ia depresi karenanya, kemudian ia tinggal di sebuah studio dengan pacarnya(apakah ini kemerdekaan yang seharusnya didapati oleh wanita??, entahlah, tapi menurutnya ia tak apa melakukannya dan baginya sekarang itu adalah sesuatu yang sah!) hingga akhirnya menikah dan memiliki dua putri yaitu Laetitia dan Nadia. Anak hasil zinanya dengan faez, Marwan juga hidup di swiss dan tinggal bersama pacarnya di sebuah apartemen(apakah ini kebebasan yang sebenarnya? Bukannya ia semakin membuat wanita merasa rendah dengan menginjak-injak kehormatannya dengan mengajaknya tinggal bersama tanpa ikatan? Tapi sekali lagi bagi mereka justru begitulah yang sepatutnya, dengan dalih setiap orang punya hak untuk melakukan apapun yang mereka inginkan) Hingga akhirnya mereka hidup bersama dan mengaku bahagia.
Sebenarnya ini cerita yang sulit bagiku untuk dapat ku serap dan ku telan mentah-mentah, karena menurutku dibeberapa bagian buku ini ada hal yang sepertinya dipaksa-paksa untuk diumbar-umbarkan dan ada sesuatu yang mereka pojokkan, yaitu islam yang kejam dan primitive serta orang-orang barat yang baik hati dan modern. Dan sejujurnya aku meragukan kisah ini meski jelas ditulis pada sampul bukunya adalah kisah nyata. Souad tidak mau menyebutkan nama daerah aslinya dengan alasan untuk menutup identitasnya, apakah kalian bisa menerima alasan ini begitu saja? Aku merasa justru untuk menghilangkan keprimitifan yang dia maksud dan untuk membongkar dan memperbaiki sejarah kaum perempuan di kampung halamannya seharusnya ia menulis nama tempat itu dan tak perlu takut untuk dibunuh kembali karena ia telah memiliki keluarga yang mencintai dan melindunginya. Bahkan aku merasa sepertinya desa itu tak pernah ada, dan hanya tipu daya belaka, karena aku hanya pernah mendengar kisah seperti itu pada zaman zahiliyah sebelum masa Rasulullah Muhammad saw.
Pada Bagian pertama buku ini menceritakan kehidupan souad hingga ia di bakar. Pekerjaan-pekerjaan berat yang dilakukannya sepertinya tidak masuk akal dan seolah-olah sangat berat apalagi di tambah dengan pukulan yang harus di terima jika ia melakukan kesalahan. Apakah cerita ini tidak terlalu lebay? Misalnya pada bagian yang menceritakan ia salah memetik buah tomat, buah itu masih mengkal dan seharusnya jangan dipetik dulu tapi ia ceroboh dan terlanjur memetiknya dan ia tidak sempat menyembunyikannya dan ayahnya melihatnya lalu kemudian ia dipukul dengan tomat itu dan disuruh memakannya seperti anjing. Apakah ini masuk akal? Benarkah memang ia pernah mengalami hal ini? Dan bagaimana ayahnya bisa melihat tomat ini padahal ia juga telah memetik sangat banyak tomat lainnya yang tercampur di dalamnya? Apakah ayahnya meneliti satu persatu tomat tersebut? Dan hanya karena itu kemudian sang ayah tega memukulinya?? Tidak masuk akal. Bagian tak masuk akal lainnya adalah ketika ia bercerita saat memerah susu kambing, mengatakan bahwa susu itu tak boleh tumpah bahkan setetes pun karena ayah akan memukulinya, Benarkah walaupun setetes tak boleh? Apakah itu masuk akal? Sepertinya hal itu sangat “lebay”, tentu bukan maksud untuk menyamakan dan memaksa pandangan tapi itulah pandangan saya.
Barangkali saja mereka menceritakan hal ini untuk memojokkan Palestina yang sejatinya sedang mereka coba untuk dihancurkan, dengan berorasi membela kaum perempuan untuk mendapat kebebasan terhadap dirinya, yang pada kenyatannya justru merekalah yang telah merobek-robek hak wanita, yang menuntut mereka harus tampil cantik dengan balutan busana minim yang menempel di tubuhnya. Kebebasan manakah sebenarnya yang mereka maksud? kebebasan untuk melawan Tuhan-kah? Astagfirullahaladzim.
Aku tak mengerti kisah ini sebenarnya di paparkan untuk maksud dan tujuan apa. Sekedar menginformasikan dunia bahwa masih ada adat-istiadat jahiliyiah di tepi barat Palestina dan orang-orang harus mengubah keprimitifan mereka? Atau untuk menginformasikan bahwa dunia barat adalah dunia yang memiliki tradisi yang lebih benar? Wallahua’lam. Hanya Allah swt dan merekalah yang tau. Semoga kita terhindar dari pengaruh buruknya.
 Pesan dari saya: Saya tidak mengatakan bahwa buku ini jelek dan tidak bagus untuk di baca, Saya hanya menekankan pentingnya kritis dalam hal apapun.
Hati-hatilah ketika engkau memutuskan untuk membaca sebuah buku. Jangan telan mentah-mentah seluruh isinya. Fikirkan dan pelajari karena bisa jadi ia malah menambah kesesatanmu dalam mengunyah ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar